Kata
shalat secara etimologis, berarti do’a. Adapun shalat secara terminologis,
adalah seperangkat perkataan dan perbuatan yang dilakukan dengan beberapa
syarat tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
Pengertian
shalat ini mencakup segala bentuk shalat yang diawali dengan takbir al-ihram
dan diakhiri dengan salam. Digunakan kata shalat untuk ibadah ini, tidak jauh
berbeda dengan pengertian etimologisnya. Sebab, di dalam shalat terkandung
do’a-do’a berupa permohonan, minta ampun, dan sebagainya.
Adapun
yang menjadi landasan kefardhuan shalat, diantaranya surat al-baqarah ayat 45
dan ayat 100: “..dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat..” ; “ dan
memohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat..”
Kewajiban
shalat dilandasi juga oleh hadist nabi yang secara eksplist, menyatakan bahwa
shalat termasuk rukun islam
“islam
dibangun diatas lima dasar (rukun) ; syahadat bahwa tidak ada tuhan selain
Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, haji ke
baittullah, dan puasa ramadhan.”
Dalam
islam, shalat menempati kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh ibadah
lainnya. Selain termasuk rukun islam, yang berarti tiang agama, shalat juga
termasuk ibadah yang pertama diwajibkan Allah kepada Nabi Muhammad ketika Mi’raj.
Disamping itu,
shalat memiliki tujuan yang tidak
terhingga. Tujuan hakiki dari shalat, sebagaimana dikatakan Al-jaziri,
adalah tanda hati dalam rangka mengagungkan Allah sebagai pencipta. Disamping
itu shalat juga merupakan bukti taqwa manusia kepada khaliknya. Dalam salah
satu ayat-Nya menyatakan bahwa shalat bertujuan menjauhkan orang dari keji dan
munkar.
Banyak
hadist yang menyatakan tentang hakikat shalat, misalnya: “sesungguhnya shalat
itu adalah tiang agama. Barangsiapa menegakkannya, berarti dia menegakkan
agama, dan barangsiapa meninggalkannya, berarti dia merobohkannya”. Akan
tetapi, hakikat shalat bukan hanya tindakan dan ucapan tertentu, tetapi juga
harus disertai dengan kesadaran hati.
Shalat
yang diwajibkan bagi tiap-tiap orang dewasa dan berakal adalah lima kali dalam
sehari sema;am. Mula-mula turunnya perintah wajib shalat itu adalah pada malam
isra, setahun sebelum tahun hijriyah.
Terdapat
perbedaan pendapat dikalangkan ulama tentang jumlah bilangan shalat yang
difardhukan. Jumhur ulama, termasuk Malik dan Syafi’i, berpendapat bahwa jumlah
shalat yang wajib hanya lima, sebagai mana yang di sebutkan dalam hadist
tentang mi’raj, yaitu: subuh, dzuhur, asar, maghrib, dan isya. Disamping hadist
mi’raj, terdapat hadist lain yang meriwayatkan seorang araby datang kepada nabi
dan bertanya tentang islam. Beliau bersabda: “lima shalat sehari semalam”.
Ketika orang itu bertanya lagi: “apakah ada yang wajib bagiku selain itu?” nabi
menjawab: “tidak ada, kecuali engkau ber-tathawu.”
Namun
, abu Hanifah dan para pengikutnya menganggap shalat witir termasuk shalat
wajib, sehingga bilangan shalat fardhu ada enam. Ia melandasi pendapatnya dari
hadist nabi, diantaranya berasal dari syu’aib, yang menyatakan bahwa nabi
bersabda:
“Allah telah menambahkan sebuah
shalat bagi kamu yaitu witir. Oleh karena itu, hendaklah kamu memeliharanya.”
Disamping
itu, ada hadist dari buraidah Al-Islamy yang mengatakan bahwa Rasulullah
bersabda:
“shalat witir itu hak (benar)
maka barangsiapa tidak melakukannya, dia bukan dari (umat) kami.”
a. Waktu-waktu Shalat
Allah
berfirman dalam surat an-Nisa ayat 103: “sesungguhnya shalat itu merupakan
kewajiban yang di tentukan waktuknya bagi orang-orang beriman.”
Ketetapan
hukum islam yang diperoleh dari nash Al-Qur’an dan sunnah yang qath’i dan
sharih adalah bersifat universal dan fix, dan berlaku untuk seluruh umat
manusia sepanjang manusia. Namun, sesuai dengan asas-asas hukum islam yang
fleksibel. Praktis, dan tidak menyulitkan dalam batas jangkauan kemampuan manusia sejalan dengan
kemslhatan umum dan kemajuan zaman, dan
sesuai pula dengan rasa keadilan, maka ketentuan waktu shalat berdasarkan
al-Qur’an surat al-isra ayat 78 dan
al-Baqoroh ayat 187 tidak berlaku untuk seluruh daerah bumi, melainkan hanya
berlaku di zone bumi yang norrmal, yang perbedaan waktu siang dan malamnya
relatif kecil, yakni di daerah-daerah khatulistiwa (ekuator) dan tropis (daerah
khatulistiwa sampai garis pararel 450 dari garis lintang utara dan selatan). Lebih dari tiga perlima bumi
yang dihuni manusia termasuk di daerah yang normal, ialah seluruh afrika, timur
tengah, india, pakistan, cina, asean, Australia, dan seluruh Amerika
(kecualicanada dan sedikit daerah selatan dari Argentina-Chili), dan Oceania.
Maka waktu shalat bagi masyarakat islam yang tinggal di daerah-daerah normal
tersebut adalah waktu setempat (local time) berdasarkan waktu terbit dan
tenggelam matahari di daerah-daerah yang bersangkutan yang perbedaan waktunya
sekitar satu menit setiap jarak 15 mil.
Adapun
waktu shalat bagi masyarakat islam yang tinggal diluar daerah khatulistiwa dan
tropis yakni di daerah-daerah diluar garis pararel 450 dari garis
lintang utara dan selatan.
Karena itu bagi masyarakat islam
yang tinggal misalnya di negeri belanda, inggris, dan negara-negara Skandiviana
mengikuti waktu shalatnya dengan waktu bordeaux (perancis bagian selatan), yang
terletak di garis pararel 450 dari garis lintang utara. Demikian
pula bagi masyarakat islam yang tinggal di amerika utara mengikuti waktu shalat
dengan waktu Halifax atau Portland (Canada)
Adapun
dalil syar’i yang memberikan dispensasi (hukum rukhsah, istilah fiqh) bagi
masyarakat islam yang tinggal di daerah-daerah yang abnormal untuk mengikuti
waktu shalat dari daerah normal yang terdekat, antara lain menurut surat Al-Baqarah
ayat 286:
“Allah tidak membebani seseorang,
melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Masail Fiqhiyyah. 1993:274-275)
Adapun waktu bagi masing-masing
shalat yang 5 waktu tersebut (Fiqih Islam.2001:61-62) adalah sebagai berikut:
1) Shalat
Dzhur. Awal waktunya adalah setelah tergelincir matahari dari pertengahan
langit. Akhir waktunya apabila bayang-bayang sesuatu telah sama dengan
panjangnya selain dari bayang-bayang ketika matahari menonggak (tepat diatas
ubun-ubun).
2) Shalat
asar. Waktunya dimulai dari habisnya waktu dzhur, bayang-bayang sesuatu lebih
dari pada panjangnya selain dari bayang-bayang ketika matahari sedang
menonggak, sampai terbenam matahari.
3) Shalat
maghrib. Waktunya dari terbenam matahari sampai terbenam syafaq (mega) merah.
4) Shalat
isya’. Waktunya mulai dari terbenamnya syafaq merah (sehabis waktu maghrib)
sampai terbit fajar kedua.
5) Shalat
Shubuh. Waktunya mulai dari terbit fajar kedua sampai terbit matahari.
b. Syarat wajib shalat 5 waktu
1)
Islam
2)
Suci dari haid (kotoran dan nifas)
3)
Berakal
4)
Baligh
5)
Telah sampai dakwah (perintah rasul kepadanya)
6)
Melihat atau mendengar
7)
Terjaga (tidak tidur dan tidak lupa)
c. Syarat sah shalat
1)
Suci dari hadast besar dan hadast kecil
2)
Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis
3)
Menutup aurat
4)
Mengetahui masuknya waktu shalat
5)
Menghadap ke kiblat (ka’bah)
d. Rukun Shalat
1)
Niat
2)
Berdiri bagi yang mampu
3)
Takbiratul ihram
4)
Membaca surat Fatihah
5)
Ruku serta tuma’ninah
6)
I’tidal serta tuma’ninah
7)
Sujud dua kali dengan tuma’ninah
8)
Duduk diantara dua sujud dengan tuma’ninah
9)
Duduk akhir
10)
Membaca tasyahud akhir
11)
Membaca shalawat atas nabi Muhammad
12)
Memberi salam yang pertama (kanan)
13)
Menertibkan rukun
e. Hal-hal yang membatalkan shalat
1)
Meninggalkan salah satu rukun
2)
Meninggalkan salah satu syarat
3)
Sengaja berbicara
4)
Banyak bergerak
5)
Makan dan minum
f.
Niat
dalam shalat
Tidak sedikit ulama yang mengatakan secara jima’ tentang kewajiban niat
dalah shalat. Mereka tidak membedakan antara shalat fardhu dengan shalat
lainnya, bahkan niat di wajibkan dalam sujud tilawah dan sujud syukur karena
kedua sujud tersebut merupakan suatu ibadah.
Ada yang berpendapat bahwa shalat
berbeda bentuknya dengan amalan biasa dan ibadah lain, lalu kenapa juga harus
memakai niat?
Jawaban dari pertanyaan ini adalah niat
dalam shalat bukanlah untuk membedakan shalat dengan kebiasaan atau ibadah yang
lain, namun untuk membedakan jenis shalat antara shalat fardhu dan shalat tidak
fardhu.
Imam Syafi’i mengatakan bahwa Allah mewajibkan shalat, ada shalat
fardhu dan shalat tidak fardhu, Allah Berfirman,
“dan padaa sebagian malam hari bersembahyang yahajudlah sebagai suatu
ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang
terpuji.” (al-israa’:79)
Niat berfungdi untuk membedakan jenis shalat dan tingkatan shalat
tersebut, sehinga shalag sengan memakai niatlah yang diterima oleh Allah.
0 komentar:
Posting Komentar