Senin, 26 Oktober 2015

SHOLAT WAJIB


           
                Kata shalat secara etimologis, berarti do’a. Adapun shalat secara terminologis, adalah seperangkat perkataan dan perbuatan yang dilakukan dengan beberapa syarat tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
                Pengertian shalat ini mencakup segala bentuk shalat yang diawali dengan takbir al-ihram dan diakhiri dengan salam. Digunakan kata shalat untuk ibadah ini, tidak jauh berbeda dengan pengertian etimologisnya. Sebab, di dalam shalat terkandung do’a-do’a berupa permohonan, minta ampun, dan sebagainya.
                Adapun yang menjadi landasan kefardhuan shalat, diantaranya surat al-baqarah ayat 45 dan ayat 100: “..dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat..” ; “ dan memohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat..”
                Kewajiban shalat dilandasi juga oleh hadist nabi yang secara eksplist, menyatakan bahwa shalat termasuk rukun islam
 “islam dibangun diatas lima dasar (rukun) ; syahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, haji ke baittullah, dan puasa ramadhan.”
                Dalam islam, shalat menempati kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh ibadah lainnya. Selain termasuk rukun islam, yang berarti tiang agama, shalat juga termasuk ibadah yang pertama diwajibkan Allah kepada Nabi Muhammad ketika Mi’raj.
                Disamping itu, shalat memiliki tujuan yang tidak  terhingga. Tujuan hakiki dari shalat, sebagaimana dikatakan Al-jaziri, adalah tanda hati dalam rangka mengagungkan Allah sebagai pencipta. Disamping itu shalat juga merupakan bukti taqwa manusia kepada khaliknya. Dalam salah satu ayat-Nya menyatakan bahwa shalat bertujuan menjauhkan orang dari keji dan munkar.
                Banyak hadist yang menyatakan tentang hakikat shalat, misalnya: “sesungguhnya shalat itu adalah tiang agama. Barangsiapa menegakkannya, berarti dia menegakkan agama, dan barangsiapa meninggalkannya, berarti dia merobohkannya”. Akan tetapi, hakikat shalat bukan hanya tindakan dan ucapan tertentu, tetapi juga harus disertai dengan kesadaran hati.
                Shalat yang diwajibkan bagi tiap-tiap orang dewasa dan berakal adalah lima kali dalam sehari sema;am. Mula-mula turunnya perintah wajib shalat itu adalah pada malam isra, setahun sebelum tahun hijriyah.
                Terdapat perbedaan pendapat dikalangkan ulama tentang jumlah bilangan shalat yang difardhukan. Jumhur ulama, termasuk Malik dan Syafi’i, berpendapat bahwa jumlah shalat yang wajib hanya lima, sebagai mana yang di sebutkan dalam hadist tentang mi’raj, yaitu: subuh, dzuhur, asar, maghrib, dan isya. Disamping hadist mi’raj, terdapat hadist lain yang meriwayatkan seorang araby datang kepada nabi dan bertanya tentang islam. Beliau bersabda: “lima shalat sehari semalam”. Ketika orang itu bertanya lagi: “apakah ada yang wajib bagiku selain itu?” nabi menjawab: “tidak ada, kecuali engkau ber-tathawu.”
                Namun , abu Hanifah dan para pengikutnya menganggap shalat witir termasuk shalat wajib, sehingga bilangan shalat fardhu ada enam. Ia melandasi pendapatnya dari hadist nabi, diantaranya berasal dari syu’aib, yang menyatakan bahwa nabi bersabda:
“Allah telah menambahkan sebuah shalat bagi kamu yaitu witir. Oleh karena itu, hendaklah kamu memeliharanya.”
                Disamping itu, ada hadist dari buraidah Al-Islamy yang mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:
“shalat witir itu hak (benar) maka barangsiapa tidak melakukannya, dia bukan dari (umat) kami.”

a.       Waktu-waktu Shalat
Allah berfirman dalam surat an-Nisa ayat 103: “sesungguhnya shalat itu merupakan kewajiban yang di tentukan waktuknya bagi orang-orang beriman.”
                Ketetapan hukum islam yang diperoleh dari nash Al-Qur’an dan sunnah yang qath’i dan sharih adalah bersifat universal dan fix, dan berlaku untuk seluruh umat manusia sepanjang manusia. Namun, sesuai dengan asas-asas hukum islam yang fleksibel. Praktis, dan tidak menyulitkan dalam batas jangkauan kemampuan                manusia sejalan dengan kemslhatan umum dan kemajuan zaman,  dan sesuai pula dengan rasa keadilan, maka ketentuan waktu shalat berdasarkan al-Qur’an  surat al-isra ayat 78 dan al-Baqoroh ayat 187 tidak berlaku untuk seluruh daerah bumi, melainkan hanya berlaku di zone bumi yang norrmal, yang perbedaan waktu siang dan malamnya relatif kecil, yakni di daerah-daerah khatulistiwa (ekuator) dan tropis (daerah khatulistiwa sampai garis pararel 450 dari garis lintang utara  dan selatan). Lebih dari tiga perlima bumi yang dihuni manusia termasuk di daerah yang normal, ialah seluruh afrika, timur tengah, india, pakistan, cina, asean, Australia, dan seluruh Amerika (kecualicanada dan sedikit daerah selatan dari Argentina-Chili), dan Oceania. Maka waktu shalat bagi masyarakat islam yang tinggal di daerah-daerah normal tersebut adalah waktu setempat (local time) berdasarkan waktu terbit dan tenggelam matahari di daerah-daerah yang bersangkutan yang perbedaan waktunya sekitar satu menit setiap jarak 15 mil.
                Adapun waktu shalat bagi masyarakat islam yang tinggal diluar daerah khatulistiwa dan tropis yakni di daerah-daerah diluar garis pararel 450 dari garis lintang utara dan selatan.
Karena itu bagi masyarakat islam yang tinggal misalnya di negeri belanda, inggris, dan negara-negara Skandiviana mengikuti waktu shalatnya dengan waktu bordeaux (perancis bagian selatan), yang terletak di garis pararel 450 dari garis lintang utara. Demikian pula bagi masyarakat islam yang tinggal di amerika utara mengikuti waktu shalat dengan waktu Halifax atau Portland (Canada)
                Adapun dalil syar’i yang memberikan dispensasi (hukum rukhsah, istilah fiqh) bagi masyarakat islam yang tinggal di daerah-daerah yang abnormal untuk mengikuti waktu shalat dari daerah normal yang terdekat, antara lain menurut surat Al-Baqarah ayat 286:
“Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Masail Fiqhiyyah. 1993:274-275)

Adapun waktu bagi masing-masing shalat yang 5 waktu tersebut (Fiqih Islam.2001:61-62) adalah sebagai berikut:
1)      Shalat Dzhur. Awal waktunya adalah setelah tergelincir matahari dari pertengahan langit. Akhir waktunya apabila bayang-bayang sesuatu telah sama dengan panjangnya selain dari bayang-bayang ketika matahari menonggak (tepat diatas ubun-ubun).
2)      Shalat asar. Waktunya dimulai dari habisnya waktu dzhur, bayang-bayang sesuatu lebih dari pada panjangnya selain dari bayang-bayang ketika matahari sedang menonggak, sampai terbenam matahari.
3)      Shalat maghrib. Waktunya dari terbenam matahari sampai terbenam syafaq (mega) merah.
4)      Shalat isya’. Waktunya mulai dari terbenamnya syafaq merah (sehabis waktu maghrib) sampai terbit fajar kedua.
5)      Shalat Shubuh. Waktunya mulai dari terbit fajar kedua sampai terbit matahari.


b.       Syarat wajib shalat 5 waktu
1)      Islam
2)      Suci dari haid (kotoran dan nifas)
3)      Berakal
4)      Baligh
5)      Telah sampai dakwah (perintah rasul kepadanya)
6)      Melihat atau mendengar
7)      Terjaga (tidak tidur dan tidak lupa)


c.       Syarat sah shalat
1)      Suci dari hadast besar dan hadast kecil
2)      Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis
3)      Menutup aurat
4)      Mengetahui masuknya waktu shalat
5)      Menghadap ke kiblat (ka’bah)

d.      Rukun Shalat
1)      Niat
2)      Berdiri bagi yang mampu
3)      Takbiratul ihram
4)      Membaca surat Fatihah
5)      Ruku serta tuma’ninah
6)      I’tidal serta tuma’ninah
7)      Sujud dua kali dengan tuma’ninah
8)      Duduk diantara dua sujud dengan tuma’ninah
9)      Duduk akhir
10)   Membaca tasyahud akhir
11)   Membaca shalawat atas nabi Muhammad
12)   Memberi salam yang pertama (kanan)
13)   Menertibkan rukun

e.      Hal-hal yang membatalkan shalat
1)      Meninggalkan salah satu rukun
2)      Meninggalkan salah satu syarat
3)      Sengaja berbicara
4)      Banyak bergerak
5)      Makan dan minum

f.        Niat dalam shalat
Tidak sedikit ulama yang mengatakan secara jima’ tentang kewajiban niat dalah shalat. Mereka tidak membedakan antara shalat fardhu dengan shalat lainnya, bahkan niat di wajibkan dalam sujud tilawah dan sujud syukur karena kedua sujud tersebut merupakan suatu ibadah.
        Ada yang berpendapat bahwa shalat berbeda bentuknya dengan amalan biasa dan ibadah lain, lalu kenapa juga harus memakai niat?
        Jawaban dari pertanyaan ini adalah niat dalam shalat bukanlah untuk membedakan shalat dengan kebiasaan atau ibadah yang lain, namun untuk membedakan jenis shalat antara shalat fardhu dan shalat tidak fardhu.
Imam Syafi’i mengatakan bahwa Allah mewajibkan shalat, ada shalat fardhu dan shalat tidak fardhu, Allah Berfirman,
“dan padaa sebagian malam hari bersembahyang yahajudlah sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (al-israa’:79)
Niat berfungdi untuk membedakan jenis shalat dan tingkatan shalat tersebut, sehinga shalag sengan memakai niatlah yang diterima oleh Allah.

0 komentar:

Posting Komentar

Random Template